Rita Susmito

Di tengah perhelatan akbar pemilihan umum 2024, Partai Golkar membuat kejutan dengan menampilkan sosok mendiang Soeharto dalam sebuah video kampanye. Bermodalkan kecanggihan teknologi kecerdasan buatan (AI), wajah dan suara Presiden RI ke-2 itu seakan hidup kembali untuk mengajak masyarakat memilih kader-kader Golkar. Namun, strategi unik ini bukannya menuai pujian, justru memantik reaksi beragam di kalangan warganet.

Terobosan AI atau Nostalgia yang Semu?

Calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Golkar, Erwin Aksa, membagikan video AI Soeharto di akun media sosial pribadinya. Dalam video tersebut, Soeharto menyampaikan pesan tentang kemajuan Indonesia dan mengajak masyarakat untuk melanjutkan perjuangannya. Langkah ini tentu saja menuai pro dan kontra.

Di satu sisi, beberapa pihak menilai bahwa penggunaan AI untuk membangkitkan sosok Soeharto merupakan inovasi yang cerdas. Mereka berpendapat bahwa hal ini dapat menarik perhatian pemilih, terutama mereka yang masih mengingat masa kepemimpinan Soeharto.

Di sisi lain, sebagian besar warganet mengecam tindakan ini. Mereka menganggap bahwa penggunaan sosok Soeharto dalam kampanye politik tidak etis dan eksploitatif. Mereka juga mengingatkan tentang catatan buruk Soeharto selama menjabat sebagai presiden, termasuk pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi.

Menilik Peluang Golkar di Pemilu 2024

Terlepas dari kontroversi yang menyertai video AI Soeharto, langkah ini tampaknya merupakan upaya Golkar untuk mendongkrak elektabilitasnya di Pemilu 2024. Partai berlambang pohon beringin ini tentu menyadari bahwa mereka perlu mencari cara untuk menarik perhatian pemilih di tengah persaingan yang ketat dengan partai lain.

Namun, para pengamat politik menilai bahwa strategi ini justru dapat menjadi bumerang bagi Golkar. Pasalnya, sebagian besar pemilih, terutama generasi muda, tidak memiliki memori positif terhadap era Orde Baru. Sehingga, penggunaan sosok Soeharto dalam kampanye justru dapat mengalienasi mereka dari Golkar.

Krisis Figur dan Upaya Pencitraan

Langkah Golkar menggunakan AI Soeharto untuk meningkatkan elektabilitasnya juga mencerminkan adanya krisis figur dalam partai tersebut. Selama ini, Golkar memang belum memiliki sosok yang kuat dan karismatik yang dapat menjadi ikon partai. Hal ini tentu saja menjadi tantangan besar bagi Golkar dalam menghadapi Pemilu 2024.

Oleh karena itu, langkah menggunakan AI Soeharto bisa dilihat sebagai upaya Golkar untuk menutupi kekurangan figur tersebut. Namun, strategi ini tampaknya tidak sepenuhnya berhasil. Alih-alih menarik perhatian pemilih, justru semakin memperkuat citra Golkar sebagai partai yang masih terjebak dalam masa lalu dan tidak memiliki terobosan baru.

Kesimpulan

Upaya Partai Golkar untuk membangkitkan sosok Soeharto melalui AI dalam kampanye Pemilu 2024 menuai reaksi beragam. Meskipun ada sebagian kecil pihak yang menilai bahwa strategi ini inovatif, sebagian besar warganet mengecam tindakan tersebut. Krisis figur dan upaya pencitraan yang dilakukan Golkar justru tampaknya menjadi bumerang bagi partai tersebut.

Login untuk menambahkan komentar
Klik tombol Google dibawah ini untuk masuk sebagai user

Tambahkan Komentar

Kamu mungkin juga suka