Askara Indrayana

Halo sahabat Brainy! Ada yang seru nih dari dunia perfilman. Minggu lalu, AI Film Festival (AIFF) kedua baru aja selesai digelar di New York, setelah sebelumnya premiere di Los Angeles. Festival ini isinya keren-keren, loh!

Acara dimulai dengan diskusi seru yang dipandu oleh editor majalah film terkenal, Dana Harris-Bridson. Pembicara yang hadir juga keren-keren, ada filmmaker Joel Kuwahara dan Paul Trillo, musisi Claire Evans, dan CEO sekaligus co-founder Runway (penyelenggara festival) Cristobal Valenzuela.

Papan pengumuman penayangan film finalis. Runway

Mereka ngobrolin banyak hal menarik, mulai dari etika penggunaan AI, ketakutan bakal digantikan sama AI, sampai masa depan perfilman yang semakin canggih. Diskusi ini sukses bikin kita makin penasaran sama film-film yang bakal ditayangin.

Nah, inti dari AIFF ini adalah mengeksplorasi perpaduan antara kecerdasan buatan dan sinema. Festival pertama di tahun 2023 menerima 300 film, tapi tahun ini jumlahnya meledak jadi lebih dari 2.500! Hebat banget, kan?

Semua film yang ditayangkan berdurasi 1-10 menit dan memanfaatkan AI di berbagai tahap pembuatannya. Para juri yang menilai juga bukan orang sembarangan, lho! Ada filmmaker berpengalaman dan eksekutif perfilman, termasuk Trillo, Valenzuela, Evans, Bryn Mooser (Documentary+), Richard Kerris (Nvidia), dan masih banyak lagi.

Nggak cuma gengsi, festival ini juga ngasih hadiah yang nggak main-main! Juara utama alias Grand Prix dapet hadiah uang tunai sebesar $15.000 dan 1.000.000 Runway credits. Juara kedua dapat $10.000 dan juara ketiga $5.000. Masing-masing juga dapet 500.000 credits.

Tahun ini, Grand Prix dimenangkan oleh film "Get Me Out" karya Daniel Antebi. Film ini punya cerita yang menyentuh dan nunjukin gimana AI bisa ningkatin kualitas visual dan emosi cerita di film. Nggak heran Antebi bisa menang, soalnya dia emang sutradara hebat. Film pendeknya yang berjudul "A DIOS" pernah menang Sundance Ignite Fellowship tahun 2019. Film pendek lainnya, "SOFT", juga pernah ditayangin di SXSW Film Festival tahun 2020. Keren banget, kan?

Co-founder Runway (dari kiri) Anastasis Germanidis, Alejandro Matamala-Ortiz, dan Cristóbal Valenzuela adalah imigran yang bertemu saat kuliah seni di New York University. Runway

Ngomong-ngomong soal Runway, perusahaan ini didirikan tahun 2018 oleh Cristobal Valenzuela, Anastasis Germanidis, dan Alejandro Matamala-Ortiz. Runway berkembang pesat jadi pemimpin dalam pengembangan alat kreatif berbasis AI. Di bulan Juni 2023, mereka dapet suntikan dana sebesar $141 juta dari perusahaan besar seperti Google dan Nvidia, total investasi mereka sekarang mencapai $237 juta. Waw!

Valenzuela punya visi yang ambisius tentang masa depan AI dalam pembuatan video. Dia bilang kalau video hanyalah tahap awal menuju pengembangan model dunia yang bisa menghasilkan seluruh lingkungan visual. Perubahan ini bertujuan untuk mendemokratisasi dan mempercepat proses kreatif, yang pada akhirnya akan mengubah cara seni diproduksi dan dikonsumsi.

Menurut Valenzuela, perkembangan AI di dunia perfilman berlangsung sangat cepat. Dia memprediksi dalam lima tahun ke depan kita bakal punya simulator real-time yang bisa menciptakan dunia virtual seperti di video game. Menarik banget, ya?

Meskipun AIFF merupakan wadah yang bagus buat para filmmaker yang tertarik dengan Cinematic AI, tapi kita harus ingat kalau teknologi ini masih dalam tahap awal. Artinya, ada banyak keterbatasan dalam penggunaannya. Para filmmaker boleh pakai tools AI apa pun, tapi saat ini mereka cuma bisa bikin video pendek.

Selain itu, konsistensi karakter dan sinkronisasi bibir masih jadi masalah. Hasilnya, film-film yang ditayangkan terlihat ambisius dan artistik, tapi terkadang sulit dimengerti.

Secara keseluruhan, AI masih terasa seperti halusinasi dan terkadang terasa familiar, seperti pernah lihat sebelumnya. Efek ini bisa dimanfaatkan untuk menciptakan karya yang unik.

Beberapa karya Cinematic AI terbaik, seperti video musik "The Hardest Part" karya Paul Trillo yang dirilis barengan dengan festival, nunjukin kalau masa depan perfilman bakal semakin canggih.

Di masa depan, penulis dan sutradara bakal punya kesempatan yang sama dengan studio film besar. Tapi yang pasti, selera penonton nggak akan berubah. Mereka tetap menginginkan cerita dan karakter yang bagus.

Nah, di sinilah peran AI jadi penting. AI harus bisa berkolaborasi dengan manusia tanpa menghilangkan sentuhan manusiawi dalam sebuah film. Gimana menurut sahabat Brainy? Seru, kan?

Login untuk menambahkan komentar
Klik tombol Google dibawah ini untuk masuk sebagai user

Tambahkan Komentar

Kamu mungkin juga suka